PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
A. DEFINISI
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa dan kegiatan sebagai mana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang No 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang No.17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan PER No. 57 Tahun 2009.
B.
PEMOTONG
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun cabang.
Bendaharawan pemerintah.
Dana pensiun, badan penyelenggara JAMSOSTEK, serta badan-badan lain yang
membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT).
Yayasan, lembaga, perhimpunan, organisasi dalam segala bidang kegiatan. BUMN / BUMD, perusahaan / badan pemberi imbalan kepada wajib pajak luar negeri.
Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun cabang.
Bendaharawan pemerintah.
Dana pensiun, badan penyelenggara JAMSOSTEK, serta badan-badan lain yang
membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT).
Yayasan, lembaga, perhimpunan, organisasi dalam segala bidang kegiatan. BUMN / BUMD, perusahaan / badan pemberi imbalan kepada wajib pajak luar negeri.
C.
DIKECUALIKAN
SEBAGAI PEMOTONG PAJAK
Kantor perwakilan negara asing dengan asas timbal balik memberikan perlakuan yang
sama bagi perwakilan Indonesia di negara tersebut.
Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Kantor perwakilan negara asing dengan asas timbal balik memberikan perlakuan yang
sama bagi perwakilan Indonesia di negara tersebut.
Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
D.
WAJIB
PAJAK
Pegawai, karyawan tetap, komisaris, dan pengurus.
Pegawai lepas.
Penerima pensiun.
Penerima honorarium, komisi atau imbalan lainnya, uang saku, beasiswa atau hadiah.
Penerima upah harian, mingguan, borongan, satuan.
Catatan:
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia > 183 hari. Sedangkan
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal 26.
Pegawai, karyawan tetap, komisaris, dan pengurus.
Pegawai lepas.
Penerima pensiun.
Penerima honorarium, komisi atau imbalan lainnya, uang saku, beasiswa atau hadiah.
Penerima upah harian, mingguan, borongan, satuan.
Catatan:
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia > 183 hari. Sedangkan
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal 26.
E.
YANG TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK
Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat negara asing.
Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan bertempat
tinggal bersama mereka.
Pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat :
a) Bukan Warga Negara Indonesia (WNI).
b) Tidak menerima / memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di
Indonesia.
c) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat negara asing.
Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan bertempat
tinggal bersama mereka.
Pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat :
a) Bukan Warga Negara Indonesia (WNI).
b) Tidak menerima / memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di
Indonesia.
c) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
F.
OBJEK
PAJAK
1. Penghasilan teratur, terdiri dari :
Gaji, upah, honorarium
Uang pensiun bulanan
Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
Tunjangan – tunjangan
Hadiah, beasiswa
Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu
Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun
2. Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari :
Bonus, gratifikasi, tantiem
Jasa produksi
Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan cuti
Premi tahunan
Penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak teratur
3. Penerima upah, terdiri dari :
Upah harian
Upah mingguan
Upah satuan
Upah borongan
4. Penghasilan yang bersifat final, terdiri dari:
Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan
Pemain musik, MC, penyanyi, bintang film
Olahragawan
Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator, dll
Agen iklan
Peserta perlombaan
Petugas dinas luar asuransi
Petugas penjaja barang dagangan (sales)
Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan
Distributor perusahaan MLM direct selling
1. Penghasilan teratur, terdiri dari :
Gaji, upah, honorarium
Uang pensiun bulanan
Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
Tunjangan – tunjangan
Hadiah, beasiswa
Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu
Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun
2. Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari :
Bonus, gratifikasi, tantiem
Jasa produksi
Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan cuti
Premi tahunan
Penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak teratur
3. Penerima upah, terdiri dari :
Upah harian
Upah mingguan
Upah satuan
Upah borongan
4. Penghasilan yang bersifat final, terdiri dari:
Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan
Pemain musik, MC, penyanyi, bintang film
Olahragawan
Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator, dll
Agen iklan
Peserta perlombaan
Petugas dinas luar asuransi
Petugas penjaja barang dagangan (sales)
Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan
Distributor perusahaan MLM direct selling
G.
YANG
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali, penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
dengan bentuk apapun yang diberikan oleh Bukan Wajib Pajak.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan dan penyelenggara taspen dan jamsostek yang dibayar oleh
pemberi kerja.
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali, penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
dengan bentuk apapun yang diberikan oleh Bukan Wajib Pajak.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan dan penyelenggara taspen dan jamsostek yang dibayar oleh
pemberi kerja.
H.
PENGURANG
PENGHASILAN BRUTO
Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap, maka penghasilan
bruto dikurangi:
1. Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum
yang diperkenankan Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000 sebulan
Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap, maka penghasilan
bruto dikurangi:
1. Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum
yang diperkenankan Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000 sebulan
1. Iuran yang terkait dengan gaji yang
dibayar oleh pegawai kepada badan dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan dan badan penyelenggara
Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang dipersamakan dengan
dana pensiun.
yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan dan badan penyelenggara
Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang dipersamakan dengan
dana pensiun.
Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai
tetap yang memperoleh gaji bulanan
Bento adalah seorang pegawai di perusahaan
PT. Asek, berstatus menikah dan belum
memiliki anak. Ia memperoleh gaji sebulan
Rp3.000.000, tunjangan transport
Rp500.000, dan tunjangan makan Rp750.000.
PT. Asek mengikuti program jamsostek
dimana premi jaminan kecelakaan kerja dan
premi jaminan kematian dibayar oleh
pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
0,5% dan 0,4% dari gajidan juga setiap
bulannya menanggung iuran pensiun untuk
Bento sebesar Rp100.000, serta iuran
jaminan hari tua sebesar 3,7% dari gaji.
Setiap bulan Bento membayar iuran Jaminan
Hari Tua sebesar 2% dari gajinya dan iuran
pensiun sebesar Rp50.000. Berapakah
besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas
penghasilan Bento di tahun 2016 tiap
bulannya?
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:
Penghasilan gaji sebulan
Rp 3.000.000
Tunjangan makan
Rp 750.000
Tunjangan transport Rp 500.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp 15.000
Premi Jaminan Kematian
Rp 12.000
Total Penghasilan Bruto Rp 4.277.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp
4.277.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran JHT Rp 60.000
Iuran Pensiun Rp
50.000
Jumlah pengurang Rp
610.000
Penghasilan neto sebulan Rp 3.617.000
Penghasilan neto setahun
Rp43.404.000
PTKP (K/0)
Wajib Pajak = Rp 36.000.000
Status Kawin = Rp 3.000.000
Jumlah pengurangan Rp39.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 4.404.800
PPH Pasal 21 terutang
PPh Pasal 21 setahun : 5 % x Rp 4.404.800 =
Rp 220.200
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 220.200 / 12 = Rp
18.350
Catatan:
Untuk kasus seorang karyawan Indonesia
(WPDN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru
mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan
tahun atau dalam tahun berjalan maka
perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilannya
tidak perlu disetahunkan, hanya dikalikan
dengan banyaknya bulan bekerja dari
karyawan yang bersangkutan.
Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang
memiliki kewajiban subjektifnya sejak
awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti
bekerja pada pertengahan tahun atau dalam
tahun berjalan maka atas penghasilannya tersebut
harus disetahunkan terlebih
dahulu. Untuk lebih jelasnya lihat contoh
berikut:
Catatan:
Untuk kasus seorang karyawan Indonesia
(WPDN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru
mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan
tahun atau dalam tahun berjalan maka
perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilannya
tidak perlu disetahunkan, hanya dikalikan
dengan banyaknya bulan bekerja dari
karyawan yang bersangkutan.
Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang
memiliki kewajiban subjektifnya sejak
awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti
bekerja pada pertengahan tahun atau dalam
tahun berjalan maka atas penghasilannya
tersebut harus disetahunkan terlebih
dahulu. Untuk lebih jelasnya lihat contoh
berikut:
Contoh kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai
tetap yang mulai / berhenti pada
pertengahan tahun
Tn. Prabowo (K/2) bekerja pada PT
Takmaurugi pada bulan April 2016. PT Takmaurugi
setiap bulannya membayar gaji untuk Tn.
Prabowo sebesar Rp4.000.000, tunjangan
transport dan tunjangan makan masing-masing
Rp350.000 dan Rp1.750.000. Premi
asuransi kecelakaan kerja dan premi
asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja
masing-masing sebesar Rp55.000 dan
Rp35.000. Setiap bulan Tn. Prabowo membayar
iuran THT sebesar Rp200.000 dan iuran
pensiun sebesar Rp225.000. Berapakah
besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas
penghasilan Tn. Prabowo setiap bulannya?
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:
Penghasilan gaji sebulan
Rp 4.000.000
Tunjangan makan Rp 1.750.000
Tunjangan transport
Rp 350.000
Premi asuransi kecelakaan kerja Rp 55.000
Premi asuransi kematian
Rp 35.000
Total Penghasilan Bruto
Rp 6.190.000
Pengurang :
Biaya jabatan (5% x Rp
6.190.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 200.000
Iuran pensiun Rp
225.000
Jumlah pengurang Rp 925.000
Penghasilan neto sebulan Rp 5.265.000
Penghasilan neto setahun 9 x Rp 5.265.500
Rp 47.385.000
PTKP (K/2)
• Wajib Pajak = Rp 36.000.000
•Status Kawin = Rp 3.000.000
• Tanggungan 2 = Rp 6.000.000
Jumlah PTKP Rp 45.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 2. 385.000
PPh Pasal 21 selama 9 bulan : 5 % x Rp
2.385.000 = Rp 119.250
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 119.250 / 9 = Rp 13.250
Contoh Kasus 3:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas pegawai yang
memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Rayhan (K/3)memperoleh gaji sebulan
sebesar Rp5.000.000 dan mendapat
tunjangan jabatan serta tunjangan keluarga
masing-masing Rp500.000. Premi asuransi
kecelakaan kerja dan premi asuransi
kematian dibayarkan oleh pemberi kerja masingmasing
Rp350.000 dan Rp250.000. Setiap bulan Bapak
Rayhan harus membayar iuran
THT dan iuran pensiun masing-masing sebesar
Rp30.000 dan Rp50.000. Pada bulan Juli
ia mendapat bonus sebesar Rp10.000.000.
Berapa besarnya pajak yang terutang atas gaji
dan bonus yang diterima Bapak Rayhan?
(Diasumsikan Bapak Rayhan adalah seorang
pegawai tetap)
a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan
Bonus
Penghasilan gaji sebulan Rp 5.000.000
Tunjangan Jabatan Rp
500.000
Tunjangan Keluarga Rp
500.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp
350.000
Premi Asuransi Kematian Rp
250.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 6.600.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp
79.200.000
Bonus Rp
10.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp
89.200.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5%
x Rp 89.200.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran THT (12 x 25.000)
Rp 360.000
Iuran Pensiun (12 x 50.000) Rp 600.000 +
Jumlah pengurang
Rp 6.960.000 -
Penghasilan
neto setahun
Rp 82.240.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak
= Rp 36.000.000
Status Kawin = Rp 3.000.000
Tanggungan 3 = Rp 9.000.000 +
Jumlah PTKP Rp
48.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp
34.240.000
PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan
Bonus :
5 % x Rp 34.240.000= Rp 1.714.000
b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji :
Penghasilan gaji sebulan
Rp 5.000.000
Tunjangan Jabatan
Rp 500.000
Tunjangan Keluarga
Rp 500.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 350.000
Premi Asuransi Kematian Rp 250.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 6.600.000
Penghasilan Bruto Setahun
Rp 79.200.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 79.200.000) Rp 3.960.000
Iuran THT (12 x 30.000) Rp 360.000
Iuran Pensiun (12 x 50.000) Rp 600.000 +
Jumlah pengurang Rp 4.920.000 -
Penghasilan neto setahun
Rp 74.280.000
PTKP (K/3) Rp 48.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak
Rp 26.280.000
PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji:
5 % x 26.280.000 = Rp 1.314.000
c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus :
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus Rp 1.714.000
PPh Pasal 21 atas Gaji Rp 1.314.000 -
PPh Pasal 21 atas Bonus Rp 400.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar